Kairo – Info palestina: Para dokter Palestina dan Norwegia mengungkapkan Israel menggunakan senjata yang dilarang internasional dalam agresinya ke Jalur Gaza. Yang paling mencolok adalah penggunaan "Bom Panas Pembakar" dan bom "Phosphor Putih" yang pernah digunakan Israel dalam perang Libanon terakhir di musim panas tahun 2006 lalu, juga pernah digunakan penjajah Amerika secara meluas saat membombardir kota Falujah, Irak. Demikian menurut koran Inggris "Times" edisi Senin (05/01).
Times mengutip utusan dokter Norwegia di Gaza yang mengatakan, "Sejumlah korban meninggal dan terluka selama serangan Israel ke Gaza sejak 27 Desember bulan lalu, jasad dan tubuh mereka menunjukkan tanda-tanda yang aneh. Sebagian jasad dan tubuh mereka terbakar akibat phosphor putih dan sebagian terkoyak bagian-bagian dalamnya akibat penggunaan bom panas yang membakar."
Utusan medis Norwegia ini menyatakan bahwa sebagian korban ada bekas uranium yang sudah mengalami pengayaan dan yang belum mengalami pengayaan. Uranium adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan senjata nuklir.
Sejak dimulainya genosida di Gaza, yang hingga Selasa (06/01) malam telah mengakibatkan sekitar 700 orang gugur dan lebih 3000 lainnya terluka, pasukan militer Israel menggunakan bom yang menimbulkan asap putih tebal di atas daerah yang menjadi target serangan. Belakangan, ungkap Times, diketahui bahwa itu adalah "bom phosphor putih", yang mengakibatkan kerusakan sangat parah pada tubuh korban.
Dampak Kehancuran Kepada Times, pejabat militer Israel berupaya untuk memberikan dalih justifikasi atas tindakannya menggunakan bom tersebut dengan mengatakan bahwa "bom tersebut digunakan untuk penyamaran gerakan pasukan darat. Dengan bom tersebut membuat musuh tidak bisa melihat pasukan yang datang. Selanjutnya memberikan tabir yang bisa melindungi para serdadu kami."
Namun departemen kesehatan di Gaza dalam laporan yang dirilis belakangan menyebutkan bahwa dampak kehancuran yang ditimbulkan oleh bom tersebut melampaui penggunaannya sebagai bom penyamaran. Bom ini mengakibatkan luka bakar yang luar biasa pada korban dan membakar tulang-tulang mereka serta meninggalkan bau busuk pada jasad korban yang meninggal."
Koran Inggris The Independent mengutip dari Direktur Hubungan Umum Rumah Sakit as Shifa di Gaza, Jumah Elsaqa, yang mengatakan, "Korban-korban luka yang sampai ke rumah sakit sejak dimulai agresi sangat aneh."
Jumah menambahkan, "Di antara korban yang luka ada yang terbakar seluruh bagian tubuhnya hingga tulang. Demikian juga sebagian anggota tubuh bagian dalam tercabik-cabik dan pecah tanpa ada luka pasti dan parah di tubuh korban yang terluka atau meninggal."
Sejumlah kantor berita melansir penuturan salah seorang korban luka Palestina di rumah sakit as Shifa, Gaza, bernama Gasan, yang mengatakan, "Saya merasa terkena efek bahan kimia dan saya merasa sangat panas sekali, serta sangat sakit setelah terkena serangan."
Seperti ditulis analis politik di islamonline, Muhammad Jamal Irfah, Lembaga kajian Amerika (Global Security) dalam laporannya beberapa hari yang lalu menegaskan bahwa Israel menggunakan phosphor putih di Gaza selama aksi serangan yang berkelanjutan. Menurutnya, phosphor putih bisa menimbulkan sakit teramat sangat dan efek bakar kimiawi yang nampak kekuningan di badan dan menimbulkan bau sangat tidak enak. Itu bukan kali pertama Israel menggunakan jenis bom yang dilarang secara internasional.
Karena departemen kesehatan Palestina pernah menegaskan penemuannya dalam serangan-serangan Israel ke Gaza sebelumnya sejak tahun 2006. Pada Maret 2008, setelah terjadi serangan udara yang menewaskan dan melukai puluhan korban Palestina, departemen kesehatan Palestina menemukan pecahan bom yang tertulis "percobaan". Yakni uji coba senjata ini untuk orang-orang Palestina.
Phosphor Putih atau White Phosphorus (WP) adalah semacam materi asap kimiawi yang menembus kulit dan daging serta membakarnya. Dia berubah menjadi materi yang menyala begitu terkena oksigen, meninggalkan awan putih tebal. Dan itulah yang nampak di televisi saat serangan Israel ke Jalur Gaza. Phosphor putih bisa mengakibatkan luka bakar yang mematikan. Jasad korban yang terkena tertutupi abu hitam dan kulit cenderung ke warna hitam pekat.
Pernah Digunakan
Menurut Jamal Irfah, Israel sebelumnya pernah menggunakan senjata ini dalam agresinya ke Libanon tahun 2006 lalu. Organisasi medis Jerman meneropong kondisi luka bakar hebat dan luka yang sangat parah diakibatkan oleh senjata ini.
Amerika Serikat juga pernah menggunakan bom phosphor ini, yang disebut dengan "Mark 77", dalam agresi ke Irak tahun 2003. Kemudian Amerika menggunakannya dalam sekup luas dalam serangannya ke kota Falujah di utara Irak pada 8 November 2004, dengan dalih untuk menghabisi para pengikut Abu Mushab al Zarqawi, pemimpin "jaringan al Qaidah di negara Irak" kala itu.
Kantor berita-kantor berita internasional memuat gambar-gambar mengerikan yang menunjukkan luka bakar hebat pada jasad korban yang terluka di Irak. Bekas luka itu belum bisa disembuhkan hingga sekarang. Bom phosphor ini digunakan pertama kali dalam perang dunia kedua. Juga pernah digunakan dalam perang Amerika di Vietnam.
Dilarang
Kesepakatan internasional Jenewa melarang penggunaan senjata phosphor putih dalam peperangan, khususnya ditujukan terhadap warga sipil. Namun belum ada sanksi untuk Israel atau Amerika Serikat atas kejahatan yang mereka lakukan itu.
Adapun bom panas kosong (Thermo Baric) yang dilarang secara internasional, terdiri atas amunisi dari bahan padat yang membakar dengan sangat cepat berubah menjadi gas atau percikan yang menyala-nyala dan menghasilkan panas sangat tinggi serta tekanan tinggi melahap oksigen di daerah yang menjadi serangan.
Bom tersebut tidak menimbulkan luka yang tampak pada badan. Namun secara pasti menimbulkan koyakan pada gendang telinga, merusak bagian dalam telinga, mencabik-cabik paru-paru dan jantung serta anggota tubuh bagian dalam. Bisa juga menimbulkan kebutaan. Demikian menurut The Independent