Dosen Teknik Mesin pada Fakultas Sains dan Teknologi (FST) USD itu mengatakan limbah ikan dapat dijadikan minyak bakar pengganti minyak tanah melalui proses fisiko-kimia.
“Caranya, limbah ikan yang ada dicacah (dipotong kecil-kecil), kemudian ditetesi dua katalis yakni asam sulfat (H2SO4) atau air accu untuk mengurangi bilangan asam, dan akhirnya diberi soda api (NAOH) dan spiritus,” katanya.
Setelah itu, kata mahasiswa S-2 Universitas Pancasila Jakarta itu, diberi tenaga putaran 600 RIM di dalam “hiter” (pemanas air) dengan suhu 52 derajat celsius, sehingga terjadi pemisahan gliserin dengan methyl ester (proses pengendapan).
“Methyl ester itulah yang diambil sebagai minyak bakar dari limbah ikan yang dapat menggantikan minyak tanah dengan harga hanya Rp2.167/liter atau paling mahal Rp3.500/liter, padahal minyak tanah berkisar Rp5.000 hingga Rp7.000/liter,” katanya.
Menurut dia, limbah ikan selama ini cukup melimpah di beberapa TPI di pantura Jawa mulai dari Merak (Jabar) hingga Muncar Banyuwangi (Jatim), bahkan ikan yang membusuk umumnya dibuang ke laut.
“Minyak bakar dari limbah ikan itu merupakan penelitian saya untuk S-2 dan saya berencana mengembangkan penelitian yang sama untuk S-3. Rencananya, limbah ikan itu akan saya kembangkan menjadi biodiesel B-60 melalui beberapa proses fisiko-kimia,” katanya.
Seminar Teknik Mesin ketiga itu menghimpun 50-an pemakalah dengan topik konversi energi, Teknologi Pengembangang Material dan Proses Manufaktur, Rekayasa Desain Sistem dan Komponen Mesin, Teknologi Perancangan dan Pengembangan Produk, Otomotif dan Teknologi Transportasi, Otomasi dan Robotika Industri.
Beberapa pakar yang bertindak sebagai reviewer, antara lain Prof I Nyoman Sutantra (ITS), Dr Suwandi Sugondo (Agrindo), Dr Ing Wayan Berata (ITS), Dr Yuliana Anggono (UK Petra), Hotman Siregar PhD (ITI), Rini Dharmastiti PhD (UGM), Dr Winarto (UI), dan Sunaryo PhD (UI). (Ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar